Membandingkan Kebahagiaan

Wajar nggak sih kalau kita selalu ingin mendapat lebih dari yang selama ini kita dapat? Wajar banget. Memang sudah menjadi sifat manusia untuk selalu ingin dapat lebih.Malahan, itu bagus untuk membuat kita terus terdorong untuk lebih giat, lebih gigih, dan lebih rajin. Tanpa keinginan untuk mendapat lebih, kita cenderung tidak berkembang.

Namun, akan jadi tidak wajar kalau ingin lebih itu sambil mengumpat; mestinya keadaan kita nggak kayak gini! Mestinya kan seperti itu! Lalu membanding-bandingkan dengan orang lain.

Kalau soal uang dan kepemilikan pasti kita membandingkannya dengan orang lebih makmur dari kita kan? Sudah dapat 5 juta, melihat orang yang penghasilannya 10 juta. Kalau sudah dapat 10 juta emangnya bakal berhenti membandingkan?

Tidak. Jika sikap mental kita dibiarkan mengikuti nafsu. Namanya nafsu, mana ada batasnya kan. Sudah dapat 50 juta sebulan juga tak bakalan berhenti menuntut. Karena ketika sudah sampai di 50 juta itu, kita memandang orang yang berpenghasilan 100 juta.

Itu loh yang disebut sebagai ‘hedonic treadmil syndrom’. Artinya, kita hanya puas sebentar dgn anugerah yang sudah kita dapatkan. Sesaat kemudian kita tidak puas lagi karena melihat orang lain mendapatkan lebih banyak.

Emang gak boleh? Gak ada yang melarang sih. Tapi sikap begitu menjauhkan kita dari kenyataan yang sebenarnya. Kita tidak mampu, tapi maksa beli. Akhirnya ngutang. Terus gimana bayarnya? Stress kan kalau sudah dikejar-kejar tukang tagih.

Bisa bahagia hidup jika demikian? Gak bakalan. Padahal kita suka bilang ingin bahagia. Semu bahagia seperti itu. Tampang luar kita aja yang serba bagus, tapi jiwa kita hampa.

Bahagia yang sebenarnya justru diperoleh dari apa yang kita punya. Dari kecukupan rezeki yang kita miliki. Dari suami yang mencintai istrinya. Dari istri yang menghargai suaminya.

Anda dikasih uang melimpah. dan fasilitas mewah. Jika tidak dicintai suami? Bohong kalau Anda bilang bahagia.

Misalnya kita kaya raya. Tapi istri dirumah tidak menghargai kita. Sudah pasti kita kecewa sekali. Buat para lelaki, kesetiaan dan penghargaan dari istri adalah segala-galanya. Sebab istri adalah harga diri para lelaki.

Memang idealnya kita punya kekayaan melimpah dan kehidupan yang sakinah. Tapi jika kita tidak bisa mencapai keadaan ideal itu, prioritasnya apa? Hidup sakinah dulu kan?

Tapi hidup tenang pun sulit diraih kalau serba kekurangan kan? Mau bahagia gimana kalau nggak punya nafkah yang cukup? Gakal bakal bisa.

Kecukupan itu harus. Tanpa kecukupan, kita sulit merasa bahagia. Pertanyaannya; Anda berkecukupan apa masih kurang? Saya sih yakin kalau kita ini sebenarnya sudah berkecukupan.

Namun karena kita lebih suka melihat orang lain yang lebih makmur maka kita sering lupa betapa beruntungnya kita.

Makanya, meski sudah cukup pun; kita tetap saja merasa kekurangan. Itu pertanda bahwa kita, terkena syndrom hedonic treadmil. Terus, bagaimana sembuh dari sindrom itu?

Gampang. Hargai apa yang kita miliki saat ini. Jikapun mau membandingkan dengan orang lain, lakukan dengan cara yang baik. Bukan mengeluh atau mengomel.

Kenapa? Karena mengeluh hanya akan membuat dada kita terasa sumpek. Sedangkan mengomel, hanya akan menyakiti orang-orang yang selama ini telah berjuang keras bersama kita.

9 January 2014.Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA – Dadang Kadarusman
Author, Trainer, and Public Speaker
PS:
Silakan teruskan kepada orang lain jika Anda nilai artikel ini bermanfaat. Dan tetaplah mengingat bahwa; Anda tidak perlu mengklaim sesuatu yang bukan karya tulis Anda sendiri. Meskipun Anda sudah berbuat baik, namun Tuhan; belum tentu suka tindakan itu (Natin & The Cubicle).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.